Bandung Barat – Kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali mencoreng Kabupaten Bandung Barat (KBB). Setelah beberapa kali kejadian serupa sebelumnya, kini ratusan siswa SMPN 1 Cisarua harus dilarikan ke rumah sakit usai mengonsumsi makanan dari program MBG pada Selasa (14/10/2025).
Insiden ini menambah panjang daftar kasus keracunan yang terjadi di KBB sejak program MBG dijalankan. Padahal, program tersebut sejatinya dimaksudkan untuk meningkatkan gizi anak sekolah, bukan justru membahayakan kesehatan mereka.
Kejadian Berulang, Evaluasi Tak Kunjung Tuntas
Sekitar pukul 09.30 WIB, para siswa menerima paket MBG berisi nasi, ayam kecap, sayur, dan buah melon. Tak lama berselang, satu per satu siswa mengeluh mual, muntah, dan pusing. Dalam hitungan jam, posko darurat harus dibuka di ruang kelas dan aula sekolah.
Menurut laporan, lebih dari 100 siswa mengalami gejala serupa. Sebagian besar dirawat di Puskesmas Cisarua, RSUD Lembang, dan RS Cibabat, sementara lainnya mendapatkan perawatan di sekolah.
Mirisnya, kasus ini bukan yang pertama. Beberapa bulan sebelumnya, insiden serupa juga menimpa sejumlah sekolah di KBB yang mendapat jatah makan dari dapur MBG berbeda. Namun, hingga kini evaluasi dan pengawasan nyata terhadap pelaksanaan program MBG masih lemah.
Program Bergizi yang Justru Mencemaskan
Program MBG merupakan kebijakan Pemkab Bandung Barat untuk menyediakan makanan bergizi bagi pelajar setiap harinya. Namun, berulangnya kasus keracunan menunjukkan ada masalah serius dalam rantai pengelolaan — mulai dari pemilihan bahan, proses masak, hingga distribusi.
Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, mengaku prihatin dan memerintahkan evaluasi menyeluruh. Ia juga membuka kemungkinan untuk menutup sementara dapur MBG yang diduga menjadi sumber makanan bermasalah.
“Ini bukan pertama kali. Kita akan evaluasi total. Jangan sampai program yang niatnya baik malah menimbulkan korban,” tegas Jeje saat meninjau lokasi kejadian.
Penyebab Diduga dari Lauk Ayam
Sejumlah siswa menyebut lauk ayam yang mereka konsumsi tercium bau tidak sedap sebelum dimakan. Dugaan awal mengarah pada ayam yang tidak segar atau proses penyimpanan yang tidak sesuai standar keamanan pangan.
Polisi telah mengambil sampel sisa makanan untuk diperiksa di laboratorium, sementara dapur penyedia MBG kini diselidiki oleh Tim Inafis Polres Cimahi.
Kritik Publik dan Tuntutan Transparansi
Gelombang kritik bermunculan dari masyarakat, terutama para orang tua siswa. Mereka menilai pemerintah daerah kurang tegas dan lambat dalam menindak penyedia MBG yang lalai.
“Sudah sering terjadi, tapi tidak ada efek jera. Kalau tidak diawasi ketat, bisa terus berulang,” keluh salah satu wali murid di lokasi kejadian.
Pengamat kebijakan publik juga menilai, pemerintah daerah harus memperbaiki sistem tender dan pengawasan mutu makanan MBG, bukan hanya menunggu kasus muncul. Program sosial sebesar ini seharusnya memiliki standar keamanan pangan setara industri katering profesional.
Tanggung Jawab Harus Ditegakkan
Keracunan massal yang kembali terjadi di Bandung Barat menjadi sinyal kuat bahwa pengawasan terhadap program MBG belum berjalan efektif. Jika tidak segera diperbaiki, program yang semestinya membawa manfaat bagi anak-anak sekolah justru bisa terus menimbulkan korban.
Kini publik menunggu langkah nyata Pemkab Bandung Barat dalam menegakkan tanggung jawab, memperbaiki sistem, dan mengungkap penyebab pasti agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
