Jakarta, 14 Oktober 2025 — Dunia pesantren tengah bergolak menyusul tayangan di salah satu media nasional yang dinilai tidak sensitif terhadap nilai-nilai kesopanan dan adab santri. Tayangan tersebut memicu reaksi keras di kalangan masyarakat pesantren, akademisi Islam, serta pemerhati pendidikan karakter, yang menilai media seharusnya memahami konteks sosial dan budaya sebelum menampilkan narasi tentang kehidupan santri.
Kritik mengalir deras di berbagai platform digital, dari X hingga Instagram, di mana publik mempertanyakan etika redaksional dan kepekaan budaya yang seharusnya menjadi landasan jurnalisme berkualitas. Para santri dan alumni pesantren menilai bahwa pemberitaan atau tayangan yang menyentuh ranah moral dan adab tidak bisa diperlakukan dengan sudut pandang hiburan atau sensasi.
Fenomena ini menguak dilema lama media nasional: antara tuntutan rating dan tanggung jawab moral. Ketika nilai-nilai luhur pendidikan Islam disimplifikasi atau diparodikan, publik melihat adanya jarak intelektual antara ruang redaksi dan realitas kultural masyarakat. Pesantren bukan sekadar tempat belajar agama, tetapi juga ruang pembentukan karakter, kedisiplinan, dan penghormatan terhadap nilai kemanusiaan.
“Yang disakiti bukan hanya santri, tapi tradisi panjang pendidikan moral bangsa,” demikian komentar banyak tokoh yang menyerukan agar media nasional melakukan refleksi dan evaluasi terhadap standar etika produksi kontennya.
Krisis ini menunjukkan bahwa kebebasan pers tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab sosial. Media yang kehilangan sensitivitas budaya justru berpotensi memperdalam jurang antara masyarakat dan institusi pers itu sendiri. Ketika rasa hormat terhadap nilai lokal diabaikan, publik akan mencari ruang informasi lain yang lebih jujur dan menghormati akar budaya bangsa.
Reaksi publik terhadap kasus ini menjadi cermin penting bagi seluruh lembaga penyiaran di Indonesia: menghibur tidak berarti menghinakan, dan mengkritik tidak boleh melukai nilai. Di tengah derasnya informasi digital, media yang bijak adalah mereka yang mampu berdiri di antara kebenaran dan kearifan, bukan sekadar kecepatan dan popularitas. Fakta yang terjadi Transmedia tidak memahami dan asal – asalan dalam beropini mengenai kehidupan santri di Pondok pesantren, Padahal minum sambil duduk ataupun Jongkok merupakan bagian dari sunnah kenabian di dalam Agama Islam, dimana hal ini yang coba di singgung oleh Transmedia.
