Bandung Barat, Jawa Barat — Di tengah keprihatinan publik atas kasus keracunan massal yang menimpa ratusan siswa di Kabupaten Bandung Barat, salah satu dapur penyedia makanan bergizi di Kecamatan Parongpong justru menjadi sorotan positif. Dapur Makanan Bergizi Gratis (MBG) Katumiri yang berlokasi di kompleks Katumiri, Desa Cihanjuang, dikenal konsisten menjalankan standar higienitas tinggi dalam setiap proses pengolahan makanannya.
Kasus keracunan massal program MBG sempat mengguncang masyarakat pada akhir September 2025. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Jawa Barat, ditemukan bakteri Salmonella dan Bacillus cereus dalam sampel makanan yang dikonsumsi para siswa. Kedua bakteri tersebut diduga kuat menjadi penyebab utama munculnya gejala keracunan di sejumlah sekolah di wilayah Bandung Barat. Hasil penyelidikan tambahan dari Badan Gizi Nasional (BGN) juga mengungkap adanya kadar nitrit tinggi pada beberapa bahan makanan, yang memperparah reaksi toksik pada tubuh para korban.
Akibat kejadian tersebut, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat sempat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menghentikan sementara operasional puluhan dapur MBG di berbagai kecamatan. Namun, seiring membaiknya kondisi para siswa, status KLB akhirnya dicabut pada 27 September 2025. BGN juga mengambil langkah tegas dengan menutup sementara 56 dapur MBG yang dinilai belum memenuhi standar keamanan pangan.
Di tengah maraknya penutupan tersebut, Dapur MBG Katumiri justru tampil sebagai contoh nyata pelaksanaan prosedur kebersihan yang ketat. Kepala Dapur SPPG Katumiri, Muhammad Rizal, menjelaskan bahwa seluruh kegiatan di dapur dilakukan berdasarkan sistem kerja berlapis untuk menjamin keamanan setiap bahan makanan yang diolah. Bahan baku yang datang selalu melalui tahap pemeriksaan awal, mulai dari penimbangan, pengecekan data pengiriman, hingga penilaian kualitas visual dan kesegarannya.
Setiap bahan kemudian dicuci di ruang terpisah sesuai jenisnya. Beras, daging, sayuran, dan buah memiliki area pencucian masing-masing agar tidak terjadi kontaminasi silang. Setelah proses pencucian, bahan-bahan tersebut diolah dengan pengawasan ketat oleh tim dapur berpengalaman. Proses memasak dimulai sejak pukul setengah satu dini hari, sementara proses pemorsian dilakukan sekitar pukul empat pagi, sebelum akhirnya makanan didistribusikan ke berbagai sekolah pada pukul tujuh. Seluruh makanan disimpan dalam wadah tertutup dengan suhu terjaga agar tetap aman dikonsumsi anak-anak.
Untuk memastikan transparansi dan kontrol penuh, dapur ini juga dilengkapi dengan 32 kamera CCTV yang memantau seluruh aktivitas mulai dari penerimaan bahan baku hingga proses distribusi. Setiap petugas diwajibkan menggunakan alat pelindung diri (APD) selama bekerja, dan bahan yang tidak memenuhi kualitas akan langsung dikembalikan ke pemasok tanpa kompromi. “Kami tidak ingin mengambil risiko sedikit pun. Kalau bahan tidak layak, kami langsung kembalikan. Anak-anak harus makan makanan terbaik dan teraman,” ujar Rizal saat ditemui di Kantor Dapur MBG Katumiri, Rabu (8/10/2025).
Meski demikian, tantangan besar masih dihadapi di lapangan. Sebagian dapur MBG lain di wilayah Bandung Barat diketahui belum mengantongi sertifikat laik sehat dari Dinas Kesehatan. Salah satu dapur yang sempat diduga menjadi sumber keracunan, Dapur Makmur Jaya di Kecamatan Cipongkor, bahkan ditutup sementara setelah ditemukan adanya dugaan penggunaan air tidak layak untuk mencuci wadah makanan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa program sebesar MBG membutuhkan pengawasan ketat, mulai dari tahap penyimpanan bahan baku hingga distribusi ke sekolah-sekolah.
Peristiwa keracunan massal di Bandung Barat menjadi pelajaran penting tentang pentingnya keamanan pangan dalam program sosial berskala besar. Namun, keberadaan dapur seperti MBG Katumiri menunjukkan bahwa dengan sistem yang tertata, pengawasan internal yang kuat, dan komitmen terhadap standar higienitas, program penyediaan makanan bergizi untuk anak-anak tetap bisa berjalan aman dan berkualitas. Pemerintah daerah diharapkan dapat menjadikan dapur Katumiri sebagai contoh dan memperkuat pengawasan di seluruh jaringan dapur MBG di Jawa Barat agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
