
New York, 25 September 2025 — Presiden Palestina Mahmoud Abbas kembali menggunakan panggung Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menegaskan hak rakyat Palestina atas kemerdekaan penuh. Dalam pidatonya di markas besar PBB, Abbas menuding pendudukan Israel sebagai akar ketidakadilan yang masih berlangsung dan menyerukan dukungan komunitas internasional agar Palestina diakui secara sah sebagai negara berdaulat.
Abbas menyampaikan bahwa perjuangan Palestina bukan sekadar persoalan politik, melainkan soal kemanusiaan yang menyangkut hak hidup, kebebasan, dan martabat. Ia mengingatkan bahwa puluhan tahun telah berlalu sejak resolusi PBB pertama kali menyerukan penyelesaian konflik, namun rakyat Palestina masih hidup di bawah tekanan dan kekerasan. Abbas menuntut agar negara-negara anggota PBB tidak lagi menutup mata terhadap pelanggaran yang menurutnya terus dilakukan oleh Israel terhadap hukum internasional.
Pidato Abbas mendapat sorotan luas karena disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan Timur Tengah. Ia menegaskan bahwa Palestina tetap berkomitmen pada solusi dua negara, namun menekankan bahwa hal itu hanya bisa terwujud apabila Israel menghentikan kebijakan ekspansi permukiman dan blokade yang dianggap merampas hak dasar rakyat Palestina.
Dalam kesempatan itu, Abbas juga mendesak Dewan Keamanan PBB untuk bertindak lebih tegas dalam menegakkan resolusi-resolusi yang telah disepakati, termasuk terkait status Yerusalem dan perlindungan terhadap warga sipil. Menurutnya, tanpa langkah konkret, proses perdamaian hanya akan menjadi janji kosong yang semakin menjauhkan harapan rakyat Palestina.
Seruan Abbas sejalan dengan dukungan sejumlah negara anggota PBB yang menekankan pentingnya mengakhiri konflik melalui dialog dan penghormatan terhadap prinsip keadilan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa dukungan moral saja tidak cukup tanpa diikuti pengakuan resmi terhadap Palestina dan tekanan internasional yang nyata terhadap Israel.
Pidato ini mempertegas posisi Palestina yang berusaha menjadikan forum PBB sebagai wadah legitimasi perjuangan diplomatik. Abbas menutup dengan harapan agar dunia internasional tidak lagi menunda keadilan, karena setiap penundaan berarti memperpanjang penderitaan rakyat Palestina yang menantikan kebebasan penuh di tanah airnya.