
Jakarta, 22 September 2025 — Fraksi PKS menyoroti keterlibatan TNI dalam pengamanan Gedung DPR/MPR/DPD RI di Senayan. Anggota DPR PKS, Mardani Ali Sera, menegaskan bahwa pengamanan kompleks parlemen adalah tugas kepolisian, bukan militer.
“Biarkan jadi urusan polisi menjaga keamanan. Plus DPR adalah rumah rakyat, jadi kesan terbuka dan dekat wajib muncul,” kata Mardani dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/9/2025), dikutip dari Detikcom.
Mardani menilai DPR telah memiliki satuan pengamanan internal, yakni Pamdal. Jika dibutuhkan bantuan tambahan, hal itu sebaiknya melibatkan Polri, bukan TNI. Menurutnya, keterlibatan militer justru dapat menimbulkan kesan tertutup serta bertentangan dengan semangat reformasi.
Kehadiran TNI di kompleks parlemen sebelumnya diputuskan oleh pemerintah dengan alasan menjaga simbol kedaulatan negara sekaligus mencegah potensi kericuhan. Namun, langkah ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka menilai penggunaan TNI dalam pengamanan sipil melanggar prinsip supremasi sipil dan dikhawatirkan menghidupkan kembali praktik “dwi fungsi” militer yang sudah ditinggalkan sejak era reformasi.
Secara hukum, Undang-Undang TNI menegaskan bahwa tugas pokok militer adalah pertahanan negara, bukan menjaga keamanan publik. Fungsi pengamanan dalam negeri, termasuk pengendalian demonstrasi, berada di bawah kewenangan Polri. Karena itu, penempatan TNI di DPR dianggap berpotensi melanggar konstitusi.
Mardani menambahkan, demonstrasi adalah bagian dari demokrasi yang harus dihormati. Ia menegaskan bahwa aspirasi rakyat melalui aksi damai tidak boleh dibungkam, meski tindakan anarki tetap harus dicegah. “Perkuat intelijennya saja. Pengamanan DPR ada Pamdal DPR. Jika perlu perbantuan bisa ke institusi kepolisian,” tegasnya.
Perdebatan mengenai peran TNI dalam urusan sipil muncul di tengah pembahasan revisi UU TNI di parlemen. Sejumlah organisasi masyarakat sipil menuntut agar pemerintah konsisten menjaga arah reformasi sektor keamanan, memastikan TNI fokus pada pertahanan, sementara urusan keamanan publik sepenuhnya menjadi tanggung jawab kepolisian.
Kontroversi pengamanan DPR ini menunjukkan bahwa isu supremasi sipil dan batas kewenangan militer masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi demokrasi Indonesia.