
Efisiensi anggaran adalah salah satu isu yang selalu menjadi perhatian publik. Di tengah kebutuhan masyarakat Jawa Barat yang semakin kompleks, kebijakan penghematan dianggap sebagai langkah penting untuk memastikan anggaran daerah benar-benar menyentuh sektor yang paling dibutuhkan rakyat. Namun, fakta bahwa gaji dan tunjangan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Wakil Gubernur Erwan Setiawan tidak mengalami pemangkasan meskipun terjadi efisiensi anggaran menimbulkan tanda tanya besar.
Berdasarkan dokumen resmi APBD 2025, total gaji dan tunjangan gubernur dan wakil gubernur tercatat sebesar Rp 2,2 miliar, sementara dana operasional mencapai Rp 28,8 miliar. Angka ini konsisten sejak awal penetapan APBD hingga perubahan kelima, tanpa ada penyesuaian sedikit pun, bahkan setelah lahirnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran.
Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan bahwa dana operasional sebesar Rp 28,8 miliar bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan keperluan kelembagaan yang langsung kembali ke masyarakat, seperti bantuan cepat saat terjadi musibah. Meski begitu, transparansi dan efektivitas penggunaan dana tetap menjadi hal yang perlu diawasi ketat.
Pengamat kebijakan publik menilai, jika efisiensi anggaran benar-benar ingin memberikan dampak positif, maka gaji dan tunjangan kepala daerah juga seharusnya ikut menjadi bagian dari evaluasi. Langkah tersebut tidak hanya menunjukkan konsistensi, tetapi juga memberi contoh nyata kepada masyarakat bahwa penghematan dimulai dari pucuk pimpinan daerah.
Pertanyaan kritis yang muncul kemudian: apakah efisiensi anggaran di Jawa Barat sudah menyentuh hal-hal yang paling mendasar, ataukah masih berhenti di level teknis yang tidak berpengaruh pada kenyamanan pejabat?
Rakyat Jawa Barat tentu berharap bahwa setiap rupiah dari APBD digunakan secara adil, transparan, dan tepat sasaran. Sebab, efisiensi anggaran sejatinya bukan sekadar jargon politik, melainkan cermin komitmen kepemimpinan yang siap berkorban demi kepentingan publik.